Pengalaman Operasi Ptosis (Kelopak Mata Turun)


Sedikit Curhat
            Pernahkah kamu dijejali pertanyaan seperti “Kamu lagi sakit ya? Kurang enak badan?” atau “Kurang tidur ya semalam? Habis Begadang?”. Well, saya sering sekali mendapat pertanyaan semacam itu. Yang bisa saya ingat, mulai dari SMP orang-orang mulai mengomentari mata saya yang terlihat sayu. Bukan hanya teman atau guru di sekolah, bahkan tukang siomay yang berjualan di depan SMP pun pernah melayangkan komentar yang sama. Pernah suatu kali saat saya sedang berjalan kaki dan berpapasan dengan orang yang sedang bersepeda, dia melihat saya dan berkata “Ngantuk ya?”, tidak hanya sekali, tapi beberapa kali. Awalnya, saya cuek saja dan tidak peduli, tapi lama kelamaan saya merasa risih juga. Apalagi saat saya mulai menyadari bahwa memang ada yang salah dengan kelopak mata saya.
            Saya membandingkan foto diri dari jaman balita, dengan foto jaman SD, SMP dan SMA. Dari foto-foto itu terlihat jelas perubahan pada kelopak mata saya yang semakin turun dari waktu ke waktu. Bahkan saat kuliah semester awal pun saya harus menaikkan kedua alis mata untuk bisa melihat dengan baik. Karena jika tidak, kelopak mata saya tidak cukup kuat untuk membuka secara sempurna, derajat turunnya sudah semakin bertambah. Merasa khawatir dan tidak percaya diri, saya pun mulai mempertimbangkan untuk operasi. Tapi saat itu mama saya belum menyetujuinya karena takut. Akhirnya, saya menghabiskan banyak waktu mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang operasi kelopak mata ini di internet. Barulah saya tahu kalau kondisi kelopak mata turun yang saya alami ini disebut ‘ptosis’.


Menemukan Website yang Sangat Membantu
            Sayangnya tidak cukup banyak informasi tentang pengalaman operasi ptosis di Indonesia yang saya temui di internet. Jadi saya tidak bisa mendapatkan rekomendasi dokter atau rumah sakit tertentu. Sampai akhirnya saya menemukan website http://www.realself.com/. Website ini khusus menyediakan informasi tentang operasi-operasi kosmetik, dan hebatnya kita bisa langsung bertanya pada dokter-doter ahli yang bersangkutan dengan menulis di kolom Ask Doctor. Karena website ini berbasis di Amerika, maka harus menggunakan Bahasa Inggris. Saya beberapa kali berkonslutasi dengan dokter via online ini, tentang langkah apa yang harus saya ambil. Hampir semua dokter yang menjawab menjelaskan dengan rinci, jenis ptosis apa yang saya alami dan tindakan operasi apa yang tepat. Semua hal yang saya ingin ketahui tentang ptosis dijawab dengan baik. Saya juga memasukkan foto mata saya sebagai referensi mereka.
            Dari situlah saya tahu kalau saya mempunyai bilateral upper eyelid ptosis dan membutuhkan operasi dari seorang okuloplasti atau opthamologist yang berpengalaman. Ptosis disebabkan karena lemahnya otot yang berfungsi untuk membuka kelopak mata, bisa juga disebabkan trauma, faktor usia atau alasan medis lain. Dan, jika tidak dikoreksi, maka kelopak mata ptosis akan terus menurun seiring waktu.


Ke Jakarta Eye Center
            Berbekal informasi-informasi tersebut (dan setelah meyakinkan mama untuk mengizinkan saya operasi), saya menuju ke Jakarta Eye Center yang berlokasi di Menteng. Di sana, ada sekitar 3 dokter bedah okuloplasti, saya bingung sekali pilih dokter yang mana, akhirnya setelah tanya sana sini dan googling berhari-hari. Saya memilih Dr. Hernawita Suharko, SpM. Pertemuan pertama, dokter Hernawita mengajukan beberapa pertanyaan terkait kelopak mata saya, yang dilanjutkan dengan pengukuran kelopak mata menggunakan penggaris. Dokter ingin memeriksa seberapa ‘jatuh’ kelopak mata saya dari normalnya. Dokter menjelaskan bahwa ptosis memang bisa dikoreksi melalui operasi, tapi beliau agak khawatir kalau bukan otot lemah yang menyebabkan ptosis saya ini, tetapi ada masalah pada saraf mata. Beliau takut, jika penyebabnya adalah saraf mata, maka jika dilakukan operasi pun tidak akan berdampak signifikan.


Dirujuk Ke RS Mata AINI
            Akhirnya beliau merujuk saya dulu pada Prof. Dr. Isak Salim di RS Mata Aini, yang merupakan ahli syaraf. Nantinya beliaulah yang akan memeriksa dan menentukan apakah saya boleh operasi ptosis atau tidak. Saat bertemu dokter Isak, beliau memberi saya obat kapsul yang berfungsi untuk menguatkan saraf. Saya harus menghabiskan obat itu dan kembali lagi untuk diperiksa. Sekitar 2 minggu kemudian, saya bertemu dokter Isak lagi. Beliau bertanya apakah obat itu berpengaruh pada kelopak mata saya? Yang saya jawab tidak, memang tidak ada perubahan yang berarti pada kelopak mata saya, masih sama, masih turun. Dokter pun terlihat berpikir sesaat sebelum beliau menulis surat rujukan (lagi) untuk melakukan pemeriksaan saraf (neurologi) untuk mengetahui apakah saraf saya berfungsi dengan baik, atau ada kelainan tertentu. Di sini saya cukup kaget, saya pikir saya hanya perlu datang ke JEC, diperiksa, dan menjadwalkan operasi. Tapi ternyata ada prosedur lain yang harus saya lakukan, saya cukup deg-degan juga, bagaimana kalau saraf saya ada yang salah..


Pemeriksaan Saraf di RS Abdi Waluyo
            R.S Abdi Waluyo di Menteng adalah RS yang saya datangi untuk melakukan pemeriksaan saraf (neurologi). Biaya untuk melakukan pemeriksaan ini ternyata cukup mahal, mencapai 2 juta Rupiah. Dalam pemeriksaan itu saya disuruh tiduran dan di beberapa bagian tubuh, seperti leher, pipi, dan lengan ditempeli semacam tali yang akan menyentrum. Sentrumannya tidak sakit, hanya bikin kaget. Dari sentruman itu nanti bisa dilihat fungsi saraf saya. Hasil pemeriksaan langsung keluar sekitar setengah jam kemudian. Dan hasilnya menunjukkan 90% saraf saya berfungsi dengan normal dan 10% nya lagi terdapat myasthenia gravis okular (kelemahan tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata). Hasil pemeriksaan berupa buku itulah yang saya bawa ke dokter Hernawita yang akan mengoperasi saya.

Penjadwalan Operasi
Akhirnya setelah mempertimbangkan, dokter Hernawita memutuskan untuk segera menjadwalkan operasi, yang jatuh pada tanggal 11 Juli 2014. Tentunya dokter memeriksa ulang, dengan mengukur-ukur kelopak mata saya berulang kali agar dipotong pas dan simetris. Ada formulir yang harus diisi terlebih dulu, berupa persetujuan tindakan. Dan dilakukan pemeriksaan tensi dan juga tes darah untuk mengetahui, apakah saya aman untuk dioperasi. Sehari sebelum operasi saya juga dianjurkan untuk puasa.

The Day!
Operasi dilakukan sekitar jam 4 sore. Saya langsung menuju lantai 5 yang memang khusus ruang operasi. Sampai di sana, saya mesti registrasi ulang dan melakukan pembayaran. Biaya operasi ptosis dua mata ini totalnya Rp 17,000,000. Sudah termasuk biaya anastesi sebesar Rp1,000,000. Begitu selesai dengan administrasi, saya langsung diantar ke dalam ruangan dan berganti pakaian. Satu set baju operasi lengkap dengan topinya yang matching warna pink. Saya juga diberi gelang untuk tanda pengenal. Setelah itu saya duduk di kursi (semacam kursi pijat) dan diberi tetes mata, lalu kelopak mata saya dilap dengan alkohol. Sambil menunggu saya melihat sekeliling, cukup banyak pasien operasi hari itu yang rata-rata adalah kakek-nenek yang hendak operasi katarak. Tak lama, dokter datang dan mengambil gambar mata saya, kami berbincang sebentar sebelum akhirnya masuk ke kamar operasi.
Di dalam kamar operasi, sudah ada beberapa suster yang menyiapkan segala sesuatunya. Saya segera berbaring di meja operasi dan diberi oksigen lewat hidung. Jari tengah saya dijepit oleh sesuatu (lupa namanya). Sebelum operasi dimulai, kami berdoa terlebih dulu. Setelah dilap dengan alkohol di dahi dan kelopak mata, dokter mulai dengan menyuntikkan obat bius ke kelopak mata saya yang kanan. Saya dibius lokal, jadi tetap sadar selama operasi. Dan, SUNTIKKAN OBAT BIUSNYA ITU SAKIT BANGET!!! Itu bagian yang paling menyakitkan dari keseluruhan operasi L Setelah dirasa kebal, dokter mulai menyayat kelopak mata. Saya bisa merasakan pisau itu menyayat kelopak mata, tapi tidak terasa sakit. It just felt.. funny! Lalu dokter mulai memotong kelopak mata yang berlebih lalu menguatkan ototnya dan menjahitnya (I guess?). Tugas saya selama operasi hanya membuka dan menutup mata sesuai arahan dokter. Satu jam untuk mata kanan dan satu jam untuk mata kiri.
 Selama operasi berlangsung, saya terus mengucapkan doa karena takut kenapa-napa. Tapi untungnya operasi berjalan lancar. Dan saya keluar dengan kedua kelopak mata diperban dan bengkak banget! Awalnya sih tidak terasa sakit, tapi pas obat biusnya habis.. wah, langsung mulai terasa perih banget di kelopak mata! Rasa perih itu terus berlangsung sampai keesokan harinya. Sebelum pulang, dokter berpesan kedua mata belum boleh kena air selama dua minggu dan harus pakai penutup mata khusus saat tidur. Gunanya biar nggak sengaja kekucek saat tidur. Dokter juga memberi salep yang pada akhirnya menimbulkan bentol-bentol karena tidak cocok.

Recovery Period
Selama dua minggu pertama sejak selesai operasi, saya merasa sangat tersiksa. Sulit untuk menggambarkan bagaimana rasanya, yang pasti sangat tidak enak dan tidak nyaman. Saat perban masih menempel di mata, pandangan saya terbatas sekali, tidak bisa melihat ke atas. Jadi kebanyakan melihat ke bawah saja. Perban sudah bisa dibuka di hari ke-4. Saat dibuka, mata sudah tidak terasa berat, tapi masih tidak nyaman karena masih ada jahitan. Selama itu saya pakai obat tetes, obat penghilang bengkak (minum) dan salep yang dioleskan 3x sehari di kelopak yang dijahit. Saya harus ekstra hati-hati saat mengoles salep menggunakan cotton bud, karena takut mengganggu letak jahitan. Rutinitas saya setiap hari selama 4 minggu sangat monoton. Bangun pagi, bersihkan mata, mandi, makan, minum obat, lalu tidur. Tidak boleh terlalu banyak baca dan nonton tv. Jadi saya lebih memilih untuk mendengarkan musik di kasur.

Di minggu ke-4, jahitan sudah boleh dibuka. Begitu jahitan dilepas, sudah terbentuk lipatan di kedua mata. Dan saya tidak perlu menaikkan alis lagi untuk melihat. Emang agak berasa aneh pada awalnya, karena otot kelopak mata saya sudah bisa berfungsi dengan baik, tapi yang pasti senang banget karena hasilnya memuaskan! Di mata sebelah kiri saya terdapat sedikit keloid, karena saya memang ada bakat keloid. Jadi dokter memberi dermaderm untuk menghilangkannya. Butuh waktu maksimal 6 bulan agar kedua mata benar-benar sembuh total. Memang butuh kesabaran menunggu bengkaknya hilang.



Mata saya sebelum operasi 


Sehari pasca operasi, diperban



Setelah lepas perban, mata masih dijahit


Setelah lepas jahitan. Mata masih bengkak dan hitam bekas luka


Sebulan setelah operasi, sudah ada lipatan Tapi mata kiri masih bengkak


Sekarang, sudah 9 bulan sejak operasi saya tidak melihat tanda-tanda adanya penurunan kelopak mata lagi seperti yang saya kuatirkan (dan semoga memang tidak terjadi). Tapi sayangnya kedua mata saya terlihat agak tidak simetris. Yang kanan sudah normal, tapi yang kiri seperti ada lemak atau kulit lebih atau semacam keloid yang sulit hilang yang membuat kelopak tidak bisa melipat sempurna. Tapi kata dokter, otot yang dipotong sudah maksimal dan asimetrisnya hanya beda 1mm aja. Saya berfikir untuk operasi ulang mata kiri, untuk menghilangkan kulit lebihnya itu. Tapi ketika memikirkan betapa sakitnya dibius, keinginan itu jadi sirna. Akhirnya yasudah, saya biarkan aja begini sampai sekarang. Tapi overall, saya merasa puas dengan hasil operasi ptosis (levator resesi) ini.


Buat kalian yang mungkin berencana operasi ptosis atau mau sharing  dan tanya-tanya, bisa tinggalkan komentar atau tanya aja di email atau twitter saya.